Jumat, 12 Juli 2019

Perda sampah salah ketik?

Pembuang sampah tidak takut ancaman hukuman di Kabupaten Tegal, kenapa? "Karena Perdanya salah ketik, hahaha..." kelakarku pada temanku malam ini menanggapi Perda nomor 6 tahun 2017 tentang Pengelolaan Sampah. Perda itu dulu ditandatangani almarhum Bupati Enthus. Semua orang bisa mengunduh dan membacanya dari internet, website resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. (Link: https://jdih.tegalkab.go.id/index.php/produk-hukum/peraturan-daerah/file/728-perda-no-6-tahun-2017).

Namun obrolan tadi itu hanya sekedar canda, pembuang sampah sembarangan di Kabupaten Tegal tidak takut ancaman hukum, sebenarnya bukan karena salah ketik di Perda. Kalaupun Perda tersebut tidak salah ketik, tetap saja ada pembuang sampah sembarangan karena Perda tersebut belum tegas ditegakkan.






Sudah 2 tahun beredar disosialisasikan, dan baru malam ini ketahuan ada yang salah ketik. Pasal 58 tentang ketentuan pidana, seharusnya mengaitkan dengan Pasal 48 tentang Larangan, bukan dengan Pasal 47 tentang Peran Masyarakat. Nggak nyambung keleesss..

Okelah, ini hanya sedikit salah ketik saja. Tapi, ini Perda lho, kedudukan hukumnya nggak main-main, dan proses penyusunannya melibatkan banyak orang. Ya memang, tulisan ini gampang diperbaiki di Bagian Hukum. Yang aku sorot bukan soal salah ketiknya. Yang lebih jadi persoalan, ini adalah salah satu bukti bahwa kita tidak cukup peduli dengan masalah sampah. That's the problem! Kepedulian kita! Siapa yang salah? Kita semua, termasuk diriku sendiri. Aku selama ini kurang peduli dengan masalah sampah ini, hingga Perda ini pun baru kubaca malam ini. Astaghfirulloh.

Pemkot Tegal, baru saja mengesahkan Perda, yang di dalamnya memuat ancaman bagi siapa yang melanggar tentang pengelolaan sampah, mulai dari membuang sampah sembarangan sampai dengan menghilangkan tempat sampah yang disediakan. Dan itu cukup menyorot perhatian publik, jadi headline koran lokal. 

Orang bertanya-tanya di Kabupaten Tegal sih bagaimana? berani atau tidak demikian? Nah, belum banyak yang tahu, bahwa Perda Pengelolaan Sampah di Kabupaten Tegal sudah dulu ada sejak 2017 lengkap dengan ancaman pidananya. Tapi kenapa tidak geger seperti kabar Perda Pemkot Tegal kemarin? Jawabannya adalah karena kita semua di Kabupaten Tegal tidak cukup peduli dengan sampah dan dengan isi Perda tersebut. Boro-boro mengawasi tegaknya aturan hingga pidana denda dan kurungan, salah ketik saja baru ketahuan sekarang. 

Hukum siap diterapkan jika telah siap pula perangkat/instrumen yang akan mengawasi dan menegakkan hukumnya. Jika tidak, maka aturan tinggallah aturan, buang sampah sembarangan aman, tidak ada yang menindaknya.

Ancaman pidana pada pembuang sampah sembarangan dibuat, juga sebaiknya dengan terlebih dahulu memfasilitasi tempat membuang sampah beserta sistem distribusinya. Jika untuk membuang sampah saja warga masih bingung dimana tempatnya, lalu kita larang warga untuk tidak membuang sampah sembarangan, maka aturan itu hanya akan berbalik arah kepada si pembuat aturan, sebagai tuntutan tanggung jawab solutif yang harusnya disediakan oleh pemerintah, yakni fasilitas tempat membuang sampah. 

Jika membuat aturan namun mustakhil untuk dipatuhi, terlebih-lebih kita sendiri tidak mempedulikan isi tulisannya, hanya akan menjadi formalitas yang tidak bernilai, tidak "aji", dan tentunya wibawa pemerintah daerah sendiri bisa merosot jatuh.

Semoga Allah SWT mengampuni kita, memberi kita kesungguhan dalam bekerja, dan kekuatan untuk bersama peduli menuju Tegal bebas sampah. Amin. Lakhaula wala quwwata illa billahil 'aliyyil 'adzim.

Kamis, 11 Juli 2019

Bagaimana hal kecil berhasil membuat perbedaan besar

KEKUATAN KONTEKS. Ini mirip fenomena "Broken Windows" di Newyork, teori ala Jammes Q Wilson and George Kelling. Jika sebuah kejahatan remeh dibiarkan, akan "menular" ke kejahatan remeh berikutnya, yang jika dibiarkan lagi menular ke kejahatan yang lebih besar. Jika kaca jendela sebuah rumah kosong pecah dibiarkan, seminggu berikutnya kaca jendela sebelahnya akan pecah juga. Jika dibiarkan, kemudian, pintunya akan jebol. Siapa sangka ini berujung pada kriminalitas dan pembunuhan? Jarang yang melihat benang merah ke arah situ.

Gambar mungkin berisi: satu orang atau lebih dan luar ruangan Gambar mungkin berisi: tanaman, langit, pohon, luar ruangan dan alam 
Gambar mungkin berisi: tanaman, pohon, luar ruangan dan alamGambar mungkin berisi: pohon, tanaman dan luar ruangan



Fenomena coretan di dinding, buang sampah sembarangan, menerobos jalur busway, menerobos antrian, menerobos lampu merah, adalah satu type kekuatan konteks yang sederhana mirip broken windows, namun berimbas pada kerusakan/ kejahatan besar lainnya
David Gunn yang saat itu sebagai petugas baru, dia memilih menghapus coretan di gerbong kereta api. Dia banyak dicemooh. Tingkat kejahatan dan pembunuhan di Newyork era 80an yang sedemikian tinggi dan meresahkan, ibarat kapal Titanic sudah mau tenggelam tapi dia memilih membersihkan geladak kapal, yakni dengan menghapus coretan di gerbong satu per satu secara rutin sejak 1984 sampai 1990. Dia tidak mau kalah dengan aksi para vandal.
Dilanjutkan aksi petugas kepolisian kereta api yang baru, William Bratton. Dia memilih menertibkan para penumpang yang masuk tanpa karcis, dengan mendendanya satu -per satu. Aksi mereka membuat menukiknya angka kriminalitas berkurang menjadi 64% dan angka pembunuhan menjadi separuhnya.
Buang sampah sembarangan adalah kekuatan konteks, bisa dilawan dengan kekuatan konteks yang sederhana pula, bahkan bukan sesuatu yang baru, yakni 3 R (Reduce, Reuse, Recylce). Namun butuh orang-orang tertentu yang memicu ledakan perubahan perilaku sosial tersebut. Siapakah itu? Kita semua!
Saya percaya, tidak hanya keburukan yang bisa menular, namun kebaikan pun bisa.

BJM, 12 Juli 2019.
Essay singkat, referensi dari buku "The Tipping Point" karya Malcolm Gladwell. Gambar diambil dari tumpukan sampah di tikugnan desa Tuwel (curug tembelang), arah jalan ke wisata Guci, postingan TBM Tiga Surau di FB.

Selasa, 09 Juli 2019

SILATURAHMI PEGIAT SAMPAH MEMBLUDAK

Awalnya, aku ingin membuat depo atau bank sampah sebagai percontohan, untuk selanjutnya bisa diduplikasi oleh banyak orang setelah sukses beroperasi. Keinginan itu sudah bulat adanya, bahkan aku telah meminta management klinik Monas untuk menyisihkan dana, mulai menabung tiap bulan untuk modal mendirikannya.


Gambar mungkin berisi: 6 orang, orang duduk

       Gambar mungkin berisi: 2 orang, teks

 

Gambar mungkin berisi: 1 orang, duduk dan tabel   


Bagaimana tidak, keresahan tentang sampah ini sudah tak bisa tertahan lagi. Seiring berjalan giat peduli sampah ini, perlahan mulai terbuka jaringan, wajah baru, kenalan baru. Dan ternyata, mereka banyak sekali dan antusiasnya benar-benar tak terduga. Maka atas nama Karang Taruna Kabupaten Tegal dan ASOBSI (Asosiasi Bank Sampah Indonesia), kami menggagas acara ini. Silaturahmi pegiat sampah. Jadi bagi siapapun yang peduli tentang sampah, silahkan datang saja. 

Sebelumnya, aku tak bisa memprediksi berapa orang yang akan hadir hari Minggu siang kemarin (7/7). Begitu pula Kak Budi (ketua ASOBSI) dia hanya bilang "kayaknya banyak" tanpa bisa menyebut jumlah pastinya. Acara itu terbuka untuk umum, bukan hanya pegiat bank sampah saja, tapi mulai dari dekan universitas, mahasiswa, ibu rumah tangga, penulis, petugas kesehatan lingkungan, pengrajin sampah, karang taruna, komunitas literasi peduli sampah, DLH, hingga pemulung hadir menyesaki ruang tamu "rumah Talang" kemarin siang. Mereka datang karena melihat dari undangan yang tersebar di media sosial dan juga karena mendengar siaran langsung wawancara di radio Slawi FM sehari sebelumnya. Terlebih-lebih, ternyata ada 7 orang tamu dari Purwokerto yang sengaja datang ke acara itu. Masya Allah, sungguh suatu kehormatan. Ada pula kawan musisi yang sengaja pulang dari Jakarta hanya untuk mengikuti acara tersebut, padahal dia sedang mencari nafkah disana.

Tamu membludak, sampai masuk ke lorong, hingga meluber keluar pintu. Kak Nuryadi saja --ketua HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) Kabupaten Tegal-- sampai tak dapat tempat di dalam ruangan. Masih ingat saat dia memperkenalan diri sambil berdiri di luar pintu. Dia yang jauh datang dari Jatinegara, melewati TPA Penujah benar-benar tak ingin melewati acara itu. Merasa terpanggil, maklum, satu-satunya organisasi profesi yang langsung berhubungan dengan kesehatan lingkungan, adalah HAKLI, yang kini dibawah kepemimpinan dia. Aku tambah bingung lagi, saat tamu masih terus berdatangan, satu per satu, di kala ruangan sudah tak muat lagi. Ya sudahlah, memang hanya muat segitu, mau bagaimana lagi. Aku pasrah. Entah berapa orang di luar pintu sana yang terpaksa tak bisa masuk bergabung.

Acara dibuka dengan lantunan lagu "Indonesia Raya", seperti kebiasaan pertemuan-pertemuan di klinik Monas, aku mewajibkan lagu kebangsaan harus dinyanyikan bersama. Ini semangat falsafah pergerakan kita semua, untuk Indonesia tercinta. 

Dilanjut dengan alunan puisi "Kepada kawan-kawan di jalan keheningan" karya Teguh Esha yang dibacakan lantang oleh dokterku yang selalu bersemangat, dr. Rohmat. Silaturahmi berlanjut dengan agenda perkenalan. Aku rasa ini penting, karena ini adalah awal pertama kali ada silaturahmi, agar saling mengenal. Disini kami tertegun, betapa beragamnya kami dalam satu ruangan yang sesak, semua peduli tentang sampah, semua penuh harap untuk Tegal bebas sampah. Acara perkenalan ini jadi riuh gembira saat Kak Umar memperkenalkan diri. "Ini dia yang lagi viral!" ujar kawan literasi. Kak Umar memang lagi naik daun gara-gara karyanya membuat lukisan dengan sampah sisa bungkus makanan. Dia diliput banyak media cetak dan televisi.

Berlanjut dengan paparan tentang penyakit dampak akibat sampah oleh dr. Rohmat. Disini kita jadi melek, apa yang akan terjadi dengan kesehatan kita jika tidak peduli akan sampah. Banyak hal buruk yang bisa dicegah, banyak pengeluaran biaya pengobatan yang tak perlu keluar, jika sampah dikelola dengan benar.

Acara dilanjut dengan diskusi yang dipandu oleh kak Budi, ketua ASOBSI Kabupaten Tegal mengenai rencana pembentukan 100 bank sampah di Kabupaten Tegal. Diskusi mengalir, sehingga mengerucut pada beberapa pertanyaan akan langkah nyata apa yang harus diambil untuk menuju Tegal Bebas Sampah.

Tentunya dengan durasi acara silaturahmi itu tidak lantas menjawab semua pertanyaan-pertanyaan dalam benak para pegiat siang itu. Aku pun menyadarinya. Tapi, tak mengapa lah. Ini awal jumpa, berikutnya mulai akan tertata agenda, materi dan progres secara sistematis. Rencananya, pertemuan silaturahmi pegiat sampah ini akan rutin diadakan setiap bulannya. Bulan depan mungkin di Kecamatan Bojong.

Pertemuan diakhiri dengan kesepakatan-kesepakatan mengenai agenda dan langkah perjuangan berikutnya. Akhirnya, acara ditutup menjelang maghrib, dengan harapan besar, dengan semangat menyala, bahwa Tegal bisa bebas sampah. Ya, sangat bisa!

LAUNCHING KABUPATEN TEGAL TERSENYUM, PROGRAM PENANGANAN LIMBAH MINYAK JELANTAH MELALUI SEDEKAH PERTAMA DI JAWA TENGAH

Selasa (23/2/21) Rumah Sosial Kutub berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Tegal telah melaksanakan Launching Tegal Tersenyum di Desa Uju...