Sore ini, Jony belum makan sedari siang. Kasihan anak ini. Emang susah makan, giginya memipis, jarang mau gosok gigi. Duh, aku jadi merasa bersalah jadi bapak. "Ayo ikut papa", ajakku ke Jony.
"Siapa yang mau ikut papa?" tanyaku.
"Jony!!" jawabnya lantang tanpa tahu dulu mau kemana.
"Mau kemana?" pertanyaannya menyusul.
"Mau lihat tempat sampah besar."
"Dimana?" tanya Jony.
"Di dekat Rumah sakit Singkil." Aku memang sudah penasaran belum melihat TPS baru itu setelah TPS di jalan dua area Kebasen resmi ditutup. Kabarnya sih di depan RSI PKU Muhammadiyah, masuk gerbang Desa Pesarean ke utara sedikit, lalu belok kiri.
Aku sengaja ajak Jony sekalian me-nelateni sedikit demi sedikit suapan nasi ayam. Biasanya dia mau makan kalo naik mobil bersama. Sama seperti agenda tiap pagiku, mengantarnya ke tempat penitipan anak. Hampir tiap 200 meter aku berhenti sejenak, menyuapinya. Memang makannya susah, itupun paling hanya seujung sendok makan, sedikit demi sedikit. Yah, sabar. Lagi jadi orang tua, mungkin aku kecil dulu juga begini. Hihi.
Kulaju mobilku, dari gang monas ke selatan. Berhenti depan BRI Talang, membawa Jony ke alam cerita untuk mengalihkan perhatiannya. Sembari memberinya suapan pertama, alhamdulillah, mau makan.
Di tengah perjalanan kembali dia menanyakan "Papa mau lihat sampah?"
"Iya, sama Jony. Kan Jony anak pinter ya, yang akan membantu ngurusi masalah sampah ya." Aku memang sering ajak dia melihat tempat sampah, TPS di perumahan Desa Pacul yang dibatasi tembok permanen. Pernah juga ajak dia melihat tumpukan sampah di Desa Kaladawa, sebelah SMP 3 Talang yang tanpa pembatas tembok.
Kini saatnya aku mengajaknya ke TPS baru ini yang aku sendiri belum pernah menengoknya. Sebelumnya aku dapatkan ancer-ancer lokasi TPS ini dari Mas Saliman, teman sejawat perawat RSI PKU, yang rumahnya di Desa Pesarean, satu arah jalan dari gerbang Desa Pesarean ke Utara.
Begitu masuk gerbang, kulihat ada motor tossa berwarna hitam, membawa sampah di bak belakangnya, belok ke arah barat. Ah, itu dia! Pasti disitu letaknya. Dan ternyata benar, tanah yang cukup lapang dengan bangunan sederhana, tak beratap, tak berpintu. Bisa diakses langsung dari jalan arah utara maupun selatan. Nampak disitu beberapa tossa sedang berjejer mengantri, membawa sampahnya masing-masing dari desa.
Aku turun dari mobil dan, ada yang aneh! Ini beda sekali dengan TPS-TPS sebelumnya. Kok tidak berbau ya? batinku. Oh.. ternyata, disini sampah tidak dibiarkan menumpuk terlalu lama, langsung dari tossa desa, dipindahkan ke truk DLH. Siap untuk dibawa ke TPA Penujah. Jadi tidak ada sampah yang menggunung disini. Waw. Mantap luar biasa. Salut sama DLH.
Aku dan Jony berkeliling, menyapa beberapa tukang angkut sampah yang sedang beristirahat di tepian bangunan. Salah satunya kukenal wajahnya. "Om, apakabar?" sapaku.
"Oh, halo pak. Kok sampe sini?" tanya dia.
"Iya lagi pengin lihat-lihat. Om masih ngangkut sampah di Desa Pesayangan kan?" tanyaku.
"Sudah tidak, saya memang tinggal di Pesayangan, tapi sekarang ditugasi jadi BM, bongkar muat sampah. Sudah tidak keliling dari rumah ke rumah lagi." jawabnya.
Oh, naik level dia. Dia memang dulu sering mondar-mandir di samping klinik monas, dengan gerobak sampah becaknya. Sesekali kuberi uang jajan meski aku tidak memakai jasanya untuk mendistribusikan sampah rumahku. Kasihan aja sehari-hari bergelut dengan sampah di depan mukanya persis. Gayanya masih khas, ikat kepala dan topi koboi.
"Om, Desaku Talang juga membuangnya kesini?"
"Ya, banyak yang kesini, termasuk Desa Talang juga kesini, Pak," ujarnya.
Nampak pria bertatto bertelanjang dada dengan sisir garu sampah, di atas bak truck sampak DLH sedang membongkar muatan sampah dari sebuah tossa masuk ke bak. Badannya basah kuyup berkeringat. Terlihat dua truck DLH sedanng stand bye. Udara yang tak berbau membuatku betah, tak ingin cepat pergi dari situ. Jony pun berkeliling melihat-lihat kondisi sekitar, tak jauh dariku.
Hm, aku perhatikan, pemisahan sampah organik dan non-oganik memang belum dilakukan dari level rumah tangga. Jadi semua sampah yang kesini, campur aduk. Katanya sih, akan ada pemisahan nanti di TPA Penujah sana.
Hm, kapan-kapan deh kuagendakan ke Penujah. Telah kurasa cukup waktu aku di TPS Pesarean ini. Aku berpamit pulang pada beberapa pekerja sampah, kubawa Jony masuk mobil. Kuberi Jony suapan nasi dan ayam lunak lagi.
Masih mengganjal satu pertanyaan yang belum tuntas kupelajari. Yakni, bagaimana cara pembuatan kompos sederhana yang hasilnya layak jual ya? Begitu aku men-starter mobilku, tiba-tiba teringat. Astaghfirulloh, ketua karang tarunaku sendiri kan sarjana pertanian. Kak edy! Ah, Yes! ini seperti mestakung. Semesta mendukung. Aku melaju mobilku pulang, sambil berdoa dalam hati, semoga niat dan langkah ini selalu didukung Tuhan semesta alam. Semakin optimis, Tegal bebas sampah.
Masih mengganjal satu pertanyaan yang belum tuntas kupelajari. Yakni, bagaimana cara pembuatan kompos sederhana yang hasilnya layak jual ya? Begitu aku men-starter mobilku, tiba-tiba teringat. Astaghfirulloh, ketua karang tarunaku sendiri kan sarjana pertanian. Kak edy! Ah, Yes! ini seperti mestakung. Semesta mendukung. Aku melaju mobilku pulang, sambil berdoa dalam hati, semoga niat dan langkah ini selalu didukung Tuhan semesta alam. Semakin optimis, Tegal bebas sampah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar