Jumat, 29 November 2019

Peta Sampah: Alas Balapulang Kulon II


Sampah ini sebuah mata rantai masalah yang panjang. Kadang malah kita bingung mana ujungnya. Mbulet. Tentunya, solusinya pun sebuah rantai yang berkesinambungan dan sinergi. Aku yakin semua sedang berpikir dan beraksi. Setiap individu harus berperan sesuai dengan posisinya. Karena setiap individu menghasilkan sampah, semua rumah semua instansi. 

Apalagi lembaga yang memang mempunyai peran dalam solusi ini. Dari pemerintah pusat sampai tingkat pemerintah desa, LSM, aktivis. Semuanya wajib berperan. Dimana peranmu? apa yang akan kamu lakukan agar masalah ini membaik?

Lokasi ini hanya berjarak 100 m dari titik lokasi sebelumnya. Alas Balapulang Kulon, arah Desa Srengseng.

Kamis, 28 November 2019

Peta Sampah: Alas Balapulang Kulon



Ken Noorita Lestari, namanya unik. Dia teman baruku, seorang Guru di SD Srengseng. Rumahnya di Balapulang, sekitar 300m dari Puskesmas Balapulang. Kami dihubungkan oleh tali seni, dia suka berpuisi, aku suka bernyanyi. Entah mengapa begitu kenal dia langsung kuberanikan diri mengajaknya masuk salah satu video clipku. Lagu "Rindu" karya Meggy Z.

Yah, begitulah seni. Ini bukan pertama kalinya aku kenalan baru dan langsung klop, trust. Istri dari Dany Permana ini membuat lagu Cover-ku itu bertambah manis. Puisinya dahsyat. Indah sekali. Video clip kami barusan selesai dibuat hari Minggu kemarin di area hutan waduk Cacaban, dengan adegan shooting yang tak lazim. Kami terikat pada sebuah pohon. Mulutku dilakban, mata Noori terikat kain. Ah, rasanya tak sabar aku menunggu proses editingnya selesai. Semoga minggu depan clipnya sudah jadi.

Rumah Noori sederhana, berteras agak luas. Di depannya ada tempat budidaya magoot, tempat mengolah sisa makanan organik agar tetap bermanfaat. Tetangganya pun kadang ikut membuang sisa makanan organik disitu. Luar biasa tekunnya, aku sendiri belum sanggup mengelola sampah organik dari rumahku. Moga aja bisa mengikutinya.

Namun semangatnya mengolah sampah ini berbanding dengan kondisi alas Balapulang, sekitar 700  msebelah barat rumahnya. Disini ada jembatan arah Desa Srengseng yang kotor. Banyak orang melakukan illegal dumping disini. Miris. 

Memang strategis lokasinya, ditambah lagi sepi. Biasanya lokasi begini yang sering digunakan orang yang tidak bertanggungjawab melempar sampahnya sambil berkendara. Uhh... kesel lihatnya.

Rabu, 27 November 2019

Karang taruna gelar aksi pantomim "Tegal Darurat Sampah"


Seksi Kesehatan Karang Taruna Kabupaten Tegal mengadakan aksi pertunjukan pantomim bertema "Tegal Darurat Sampah", Minggu (24/11) jam 7 pagi. Dari pojok Alun-alun Hanggawana, depan radio Slawi Fm, seorang pria tanpa mengenakan baju, bertubuh merah menyala, bercelana jeans hitam, tanpa alas kaki, dan berikat kepala memulai aksinya.

Dia menundukkan kepala seperti sedang berdoa, dengan mengatupkan tangannya, membawa payung yang belum terbuka, dan 2 buah kantong kresek bertuliskan "DARURAT SAMPAH". Lalu, dia mulai berjalan pelan searah jarum jam mengelilingi Alun-alun. 

Dengan bercucuran air mata yang nampak membasahi pipinya, sambil sesenggukan sang pantomim mengekspresikan kesedihan yang mendalam tentang kondisi Tegal yang penuh sampah. Sesekali tangisnya terpecah menjadi-jadi saat menjumpai sampah plastik di jalanan Alun-alun, dan memungutnya. 

Sesampai di pojok antara masjid Al-Hajj dan PMI, dia melakukan orasi sekitar 3 menit. Ternyata tidak hanya aksi bisu saja yang dia lakukan. Ini aksi campuran pantomim dan monolog. "Sebentar lagi musim hujan dan akankah sampah ini mengakibatkan banjir!?" tanya dia dengan lantang menggelegar membuat pengunjung alun-alun terdiam menyaksikannya. Lalu sang pantomim melanjutkan perjalanan ekspresifnya sembari berdzikir "La khaula wala quwwata illa billahil 'aliyil 'adzim".

Dijumpai setelah aksi, sang aktor pantomim mengutarakan bahwa aksinya ini untuk mengetuk hati warga bahwa Tegal memang sudah darurat sampah, seperti yang telah diutarakan Bupati Umi Azizah di awal tahun 2019 silam. Dia berharap dengan aksinya akan menggugah kesadaran akan pentingnya mengelola sampah dari mulai tingkat individu dan rumah tangga.



  

Peta Sampah: Depan Puskesmas Adiwerna



Santy, istriku, memberi kabar, bahwa depan Puskesmasnya ada sebuah tanah lapang, desa Tembok Kidul, dan disitu banyak sampah. Aku penasaran. Apa iya lingkungan dekat dengan Puskesmas ada titik sampah.

Aku pun menyempatkan diri kesitu. Kuparkir mobil "Monas" ku depan warung bu Atun. Dia mengenalku karena aku sering makan siang disitu dengan menu favorit, sayur lodeh. Begitu berjalan ke arah barat, dia menyapaku, 

"Eey, Mas Johan mau kemana?"

"Lagi nyari sampah, Mba," jawabku yang nampaknya membuatnya bingung.

"Sampah??" dia heran, serasa salah dengar.

"Iya," jawabku sambil melanjutkan perjalanan dan mulai mengaktifkan Hpku, merekam ala-ala jurnalis. Kutinggalkan dia dengan seribu tanya di wajahnya.

Kusisir jalan hingga ke barat, tanah lapang. Oh ternyata lumayan banyak ini. Kuperkirakan,  satu dump truck ada nih. Hm, semoga masalah ini cepat teratasi. Selesainya, aku kembali ke mobil dan kusapa bu Atun. Berhubung sudah makan siang, aku langsung kembali ke kantor.

Selasa, 26 November 2019

Peta Sampah: 100 m curug Cantel


Aku bilang ke Nurul "Rul, kapan ya, aku jalan-jalan mbolang?" Pengin banget mengunjungi tempat-tempat wisata di Tegal. Nggak usah jauh-jauh deh. Curug di Bumijawa juga sebenarnya banyak, tapi Aku nggak tahu satu per satu. Duh, gimana Aku ini sih ya, tenggelam di kesibukan, jarang piknik. Pengin banget ngajak anak istri. Habiskan waktu seharian, jalan capek menuju curug, terus endingnya mandi-mandian di curug. Wuih enak kayaknya. Hm, kapan ya?

"Ya, Kak. Ayo main, nanti Aku antar." ujar Nurul, promkes Puskesmas Bumijawa itu. Sengaja siang itu aku tahan waktu dia tetap bersamaku. Pokoknya sampai sore dia harus menemaniku keliling, hunting sampah. Dia pun menyanggupinya.

Nah, curug disini ini lumayan terkenal. Namanya Curug Cantel. Aku ditunjukkan oleh Nurul jalan menuju kesini. Oh, ternyata ini Curug yang dulu aku sering lewat kalau aku mau naik ke dukuh Sawangan Desa Sigedong saat erupsi gunung Slamet dulu. Ya, aku ingat. Oh, ternyata disini.

Kami berhenti 100 meter setelah pintu masuk Curug itu dan melihat sekitar. Dan, ternyata, banyak sampah disini. Ada sih sekitar 1 truck dump. Wah ada yang kemasan karung juga. Entahlah, siapa yang membuangnya. Aku yakin sekali, di dataran tinggi seperti kecamatan Bumijawa ini ketersediaan tempat untuk membuang sampah lebih jarang ketimbang daerah di bawah sana. Apalagi jauh dari pusat kota. Apalagi medan yang naik turun seperti ini. Demikian pula dengan sarana pengangkut sampahnya, lebih jarang lagi. Ini tentunya sebuah masalah. Potensi akan adanya titik sampah yang belum aku lihat, mulai terendus. Aku melanjutkan perjalanan dengan Nurul mencari titik lainnya.

Selasa, 19 November 2019

100 Titik Sampah di Kabupaten Tegal



Permasalahan sampah, menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi masing-masing daerah salah satunya Kabupaten Tegal. Berdasarkan pemetaan tim WCD (World Clean Up Day) 2019 selama pertengahan Agustus hingga akhir November 2019, terdapat lebih dari 100 titik sampah. (sumber data: www.petakansampahmu.qlue.id)



Bupati Tegal, Umi Azizah beberapa waktu lalu menyatakan Kabupaten Tegal darurat sampah. Semua titik sampah ini sudah diinformasikan ke pihak terkait, dalam hal ini adalah DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Kabupaten Tegal. Untuk mendukung acara WCD 2019, semua jajaran pemerintah diminta melakukan kegiatan kebersihan, keindahan, kerindangan (K3) setiap minggunya. Camat hingga kepala desa pun diwajibkan melaporkan hasil kegiatan tersebut.

Di Kabupaten Tegal, lokasi puncak acara WCD dipusatkan di Pantai Larangan Desa Munjungagung Kecamatan Kramat. Ribuan orang terlibat dalam acara tersebut. Bupati Tegal hadir dan memimpin langsung aksi bersih-bersih itu.

Aksi pungut sampah ini setidaknya dapat menggerakan jutaan orang untuk bersama peduli dan membersihkan Indonesia. Hingga menuju target Kabupaten Tegal bebas sampah 2025 dan Indonesia bersih sampah 2025.

Sampah yang menumpuk dan tak terurus, masih menjadi masalah di Kabupaten Tegal. Penyebabnya, mulai dari keterbatasan armada pengangkut sampah, kurangnya fasilitas tempat membuang sampah, kurangnya tata kelola sampah sebelum masuk ke TPA (Tempat Pemrosesan Akhir), hingga persoalan perilaku masyarakat yang kurang peduli akan sampah. 

Memang, aksi seperti WCD ini hanya mengatasi permasalahan sampah jangka pendek. Jangka menengahnya, harus segera diupayakan adanya fasilitas pembuangan sampah, armada angkutan sampah dan menciptakan tata kelola sampah di desa, seperti mendirikan bank sampah. 

Data dari ASOBSI (Asosiasi Bank Sampah Indonesia) Kabupaten Tegal, hingga kini baru ada 23 bank sampah di Kabupaten Tegal. Akhmad Budi Hermanto, ketua ASOBSI, menyatakan siap membina bank-bank sampah yang akan didirikan di setiap desanya. Idealnya, tidak semua sampah dari rumah tangga dibuang ke TPA di Desa Penujah karena suatu saat pasti overload. Peran rumah tangga dalam pengelolaan sampah bisa melakukan Reduce (mengurangi produksi sampah rumah tangga). Bank sampah di desa bisa membantu berperan dalam Reuse (menggunakan kembali) dan Recycle (daur ulang).

Data DLH Kabupaten Tegal menunjukan pada tahun 2018, dari 1.438.515 jiwa penduduk Kabupaten Tegal menghasilkan sampah 575 ton per hari. Dari situ, yang berhasil ditangani DLH sebanyak 420 ton per hari. Dan, yang berhasil di kurangi oleh masyarakat sendiri (seperti melalui bank sampah) adalah 104 ton sehari. Artinya, setiap harinya masih ada 51 ton sampah yang tidak tertangani dan tidak terkurangi. Maka dalam satu tahun, ada 18.615 ton sampah yang menjadi masalah. Itulah yang membludak di TPS yang overload, dan yang berserakan dimana-mana. Ada pula yang terpaksa dibakar oleh warga, padahal sampah dilarang untuk dibakar. 

Peraturan Daerah Kabupaten Tegal nomor 6 tahun 2017 tentang Pengelolaan Sampah, pasal 48 melarang dengan tegas membakar sampah, kecuali dilakukan pada TPS yang sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah, atas ijin Pemerintah Daerah. Tidak main-main, tindakan membakar sampah ini diancam pidana kurungan hingga 1 tahun atau denda hingga Rp 150.000.000,-.
Semua permasalahan ini tentunya bukan menjadi tanggungjawab DLH semata, namun kita semua. Organisasi masyarakat, organisasi profesi, LSM, tokoh masyarakat, CSR, relawan, pegiat lingkungan, institusi pendidikan, pemerintah desa, semua dihimbau untuk bisa bergerak bersama menangani masalah ini. 

Pemerintah desa bisa menggunakan dana desa untuk pengadaan tempat pembuangan sampah, gerobak dan kendaraan pengangkut sampah, hingga pengadaan mesin pengolah sampah. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2019, mengamanahkan prioritas penggunaan dana desa tahun 2020 untuk itu. 

Bupati Tegal juga telah menandatangani Peraturan Bupati Tegal nomor 39 tahun 2019, tentang kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Peraturan Bupati ini merupakan kebijakan untuk mengurangi dan menangani sampah secara keberlanjutan dan terpadu. 

Harapannya, 100 titik sampah yang sudah terpetakan akan tertangani dan tidak menjadi tumpukan sampah kembali.

Oleh : Bagus Johan Maulana, SKM – seksi kesehatan Karang Taruna Kabupaten Tegal

LAUNCHING KABUPATEN TEGAL TERSENYUM, PROGRAM PENANGANAN LIMBAH MINYAK JELANTAH MELALUI SEDEKAH PERTAMA DI JAWA TENGAH

Selasa (23/2/21) Rumah Sosial Kutub berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Tegal telah melaksanakan Launching Tegal Tersenyum di Desa Uju...