Rabu, 25 Desember 2019

Peta Sampah: Pantura, Desa Sidaharja, Suradadi


Kenapa sih pantura sering banget buat illegal dumping? (buang sampah sembarangan). Ya karena relatif sepi dari perhatian, meskipun strategis banyak lalu lalang kendaraan besar, namun mereka hanya lewat bukan untuk berhenti. Banyak yang lewat namun relatif mengabaikan. Tempat seperti ini yang sering menjadi titik sampah.

Keberadaan sampah di pantura akan lebih cepat masuk ke lautan karena memang jaraknya yang dekat dengan laut. Ini yang akan jadi masalah berikutnya. Sampah di laut. Diperkirakan tahun 2050 ikan di laut akan kalah jumlah dari sampah plastik. Demikian ujar Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Muhammad Reza Cordova, Rabu, 12 Desember 2018. Yah, pada akhirnya sampah itu akan kembali ke manusia lagi dalam daging ikan yang kita makan. Mikro plastik, sampah dengan ukuran kurang dari 5 mili meter itu bisa tertelan ikan, lho. Ngeri.

Senin, 23 Desember 2019

Peta Sampah: Sebelah WM Kulu Asri, Demangharjo, Warureja



Baru saja kemarin bulan Juni 2019, Aku membuat video clip di pantai belakang WM Kulu asri. Pantainya bagus sekali, bersih. Belum jadi objek wisata. Jarang yang tahu pantai ini. Bisa dilihat di video clip "Indonesia Bersatulah" by: SeeMs LiKe IdiOt band. 

Namun saat shooting itu Aku tidak sadar bahwa dekat sini ada titik sampah. Ya, sebelah Barat WM Kulu Asri tepat. Tersembunyi. Dan banyak titik sampah semacam ini di Pantura.

Sabtu, 21 Desember 2019

Peta Sampah: SMK YPE Kalisapu


Yang kadang membuat malu, titik sampah terletak di jalan protokol (jalan satu/ jalan utama), penghubung kendaraan besar antar kota. Strategis, hampir tiap hari dilalui, dan tidak tersembunyi. Apalagi terletak dekat dengan institusi pendidikan, instansi pemerintahan, atau bahkan fasilitas kesehatan. Mengganggu nggak? Pantas tidak? Estetis tidak?

Kamis, 19 Desember 2019

Peta Sampah: Jembatan sebelah Kodim


Ini tempat mainku saat SD. Jalan kaki dari rumah Talang ke rumah Sauqi, teman SDku. Rumahnya di sebelah selatan jembatan. Yang dagang poci. Dari dulu sudah banyak sampah di sungai ini. Kini, kemarau, lebih jelas lagi. Ini terletak di jalan utama. Miris. Sejauh ini belum pernah Aku melihat jaring besar untuk menyaring sampah di sungai. Itu gagasan bagus yang mungkin bisa diaplikasikan.

Rabu, 18 Desember 2019

Peta Sampah: Kudaile


Laporan dari SLKT. Group FB paling populer di Tegal. Bahwa di jalan Flores baru, di bawah jembatan banyak sampah. Oalah, Aku tiap hari lewat sini tapi malah tidak sadar jika di bawah sana banyak sampah. Tak usah jauh-jauh ke pelosok untuk mencari titik sampah. Kadang dia ada dekat sekali dengan kita.

Selasa, 17 Desember 2019

Peta Sampah: Depan Puskesmas Pembantu Bulakpacing



Kadangkala, yang membuat miris, titik sampah berada dekat dengan tempat pelayanan kesehatan. Itu yang kutemui di beberapa titik. Ada yang dekat dengan Puskesmas, Rumah Sakit, praktik dokter. Duh, sungguh tidak estetik. Namun bagaimana lagi, mereka korban. Semua itu terjadi juga bukan kesengajaan praktisi kesehatan. Dan estetika, adalah sebuah cerminan peradaban seseorang.

Minggu, 15 Desember 2019

Peta Sampah: Depan Gerbang Desa Bulakpacing



Kutatap sampah yang berserakan di sebelah sawah ini sambil melangkah. Di sebuah jalan menuju gerbang desa Bulakpacing. Aku mencoba menerka apa yang ada di pikiran mereka sang pembuang sampah. Mungkinkah mereka menganggap, 

"Ah, nanti juga akan ada orang lain yang membersihkannya."
"Ah, Aku tidak begitu bersalah membuangnya disini, memang karena tidak ada fasilitas bak sampah."
"Ah, nanti juga akan membusuk dengan sendirinya."
"Ah, orang lain juga sama cueknya kok, tidak akan ada yang memikirkan sampah ini, sampai kiamat. anggap saja ini hal remeh."

Atau, apalagi ya yang ada di pikiran mereka? Adakah yang terlewat dari dugaanku?

Jumat, 13 Desember 2019

Peta Sampah: Dekat SD Bulakpacing I



Bulakpacing, "Ibune Galak Bapane Kecing". Begitu kelakar orang membuat kepanjangan nama desa ini. Sungguh tak terpikir sebelumnya untuk menyambangi desa ini untuk mencari titik sampah. Awalnya, kak Indra, Difable Slawi Mandiri, memberi kabar adanya titik sampah di sebelah Musholla di Rt 1. Lalu aku kesana. Dan ternyata pencarian berlanjut, di desa ini aku menemukan 5 titik sampah. 

Dan disinilah yang terdahsyat. Sebelah timur SD Bulakpacing I. Selokan yang kering tanpa air. Terisi dengan bungkusan-bungkusan plastik, entah apa saja isinya. Semakin ke timur bungkusan sampah yang ada semakin besar ukurannya, bukan lagi plastik kresek, melainkan berkarung-karung. Lokasi ini berada di seberang pemakaman desa. Ceceran sampah terus terperosok diantara tetumbuhan, memanjang sampai sungai besar. Di bawah sungai pun banyak sampah. 

Ini luar biasa, menurutku. 

Peta Sampah: Bantaran Rel Pasar Bawang ke selatan



Sore sepulang kerja, masih make baju kekhi. Aku parkir mobilku di tempat biasa mangkal tenda gerobak angkringan, tepat sebelah barat pintu rel kereta api, depan Pasar Bawang, Banjaran.

"Mas, Mas, ke depan lagi Mas mobilnya, mau buat masang tenda nih." Aku terkaget oleh seorang pedagang yang lagi mau mempersiapkan "dasaran"-nya.

"Oh iya, Om." Bener juga. Aku kurang maju nih parkirnya.

Aku menapak di jalur rel kereta, ke selatan. Jadi inget masa kecilku, jalan di atas besi panjang itu sambil nge-test keseimbangan. Ups.. ups.. hehe.. mau jatuh. Banyak kerikil penahan getaran kereta yang kuinjak. Kusapa dengan senyum emak-emak yang sedang bermain dengan anaknya di sebelah bantaran rel.

Ternyata rel ini jadi pembatas desa. Sebelah barat rel adalah desa Adiwerna, sebelah timurnya adalah desa Tembok Banjaran, dan sedikit melewati sungai kecil, sebelah selatan sana, sudah masuk desa Ujungrusi.

"Mas, ini sampah menumpuk sudah lama disini?" tanyaku pada dua pemuda yang sedang nongki di rel.
"Iya, Pak. Nggak ada yang ngurusin." jawabnya, memanggilku 'Pak', mungkin karena seragamku. Padahal kita hampir seumuran.

"Kemarin hujan, gimana nih sungai, gapapa?" tanyaku.
"Wah iya, Pak. Kemarin hujan sebentar saja, bawa banyak sampah lho, ngumpul kebawa di barat sana. Padahal cuman sebentar hujannya." ujarnya.

Nah, ini dia, mulai deh masalah. Baru aja masuk musim hujan, sudah begini. Apa jadinya nanti bulan Januari, Februari ya? Ih, jadi teringat sampah-sampah temuanku di dataran tinggi sana. Akankah mereka akan terbawa kesini dan menyumbat? Soalnya, Adiwerna pernah kebanjiran juga 2 tahun yang lalu gara-gara sungai yang meluap. Hhh...

Kamis, 05 Desember 2019

Ujung kampanye sampah

Aku tertegun saat pertemuan kedua pegiat sampah di rumahku, Talang. Kak Budi, ketua ASOBSI menunda pulang, hanya untuk membantu membersihkan konsumsi pertemuan. Dia mengumpulkan sisa gelas air mineral. Membuang label plastik merk-nya. Dan menjejalkannya menjadi satu tumpukan padat. 


"Ini sayang, jangan dibuang, saya bawa pulang saja. Eman-eman"

Ini dia yang kucari! Inilah ujung dari semua gerakan ini. Semua kampanye bebas sampah bukan berakhir pada membuat acara seremonial bersih-bersih sesekali waktu. Namun dari hal kecil, dari diri kita, dari sekarang, dan istiqomah. Semua yang sedang dilakukan aktivis sampah ini bertujuan perubahan perilaku itu.

Percuma gaung begitu keras, seremonial begitu gegap gempita, bersih-bersih serentak di tempat umum begitu semangatnya, namun setelah itu kita pulang dan malas bersih-bersih di rumah sendiri. Malas mencegah sampah masuk ke dalam rumah, malas memilah, malas mengolah sampah. 

Perubahan perilaku ini akan disebut sukses dengan indikator pada diri sendiri dulu. Lihat meja kerjamu, lihat kamar mandimu, lihat dapurmu, lihat rumahmu. Lihat bak sampah dalam rumahmu. Lihat sisa makananmu. Lihat berapa banyak barang bekas yang bisa kamu pakai kembali. 

Ini semua begitu jelas nyatanya, bukan khayalan. Perubahan perilaku seperti apa yang sedang kita inginkan dalam hal sampah? Ini tentang bagaimana merubah manusia menjadi bersungguh-sungguh dalam cinta kebersihan, kerapihan, keindahan. Apakah kamu sendiri telah berubah? 

Rabu, 04 Desember 2019

Peta Sampah: Desa Banjarturi, Warureja



Pulang kondangan di Warureja, menyusur jalan menuju pantura. Aku lihat dari kaca jendela mobil, sampah berserakan. Hadir dalam telinga batinku ucapan-ucapan...

"Tak mungkin, Tegal susah."

"Ah, dasar wis watek, ngurek!"

"Percuma kamu kampanye sampah, Tegal tidak mungkin berubah."

"Siapa yang bisa merubah perilaku sedemikian banyaknya orang?"

"Semua langkah kita itu hanya formalitas, mana yang bersungguh-sungguh?"

"Perda dibuat tapi tidak ditegakkan. Percuma, Tegal susah."

Pesimisme yang begitu tingginya akan masalah sampah ini sering kudengar dari kawan-kawanku. Begitu lemahnya iman kita akan tujuan mulia ini. Seolah perubahan mustakhil terjadi. Entahlah, paling hanya doa, harapan, ikhtiar yang normatif, tanpa gairah kepastian bahwa Tegal bisa bebas sampah.

Semua hanya bisa menyalahkan keadaan, lempar tanggung jawab.  Semua beralasan bahwa pemerintah desanya susah, warganya susah, bupatinya tidak sungguh-sungguh, trendnya tidak mendukung, cuacanya tidak bersahabat, sarana prasarana buang sampah tidak ada, takdirnya susah. Yang pada akhirnya menjustifikasi, "tegal susah berubah."

Apa betul demikian?

Selasa, 03 Desember 2019

Peta Sampah: sebelum pertigaan Banjaranyar



Aku merenung mengingat sebuah titik sampah yang aku temukan di 100 m sebelum pertigaan Banjaranyar Balapulang. Itu bersebelahan dengan tempat praktik dokter, kasihan. Sebenarnya semua kesuksesan pasti ada akarnya. Semua kehancuran pun ada akarnya. Apa yang memastikan sebuah pohon terus tumbuh dan berbuah? adalah karena akarnya yang memastikan semua itu terjadi. Akar dari semua pertumbuhan adalah "kesungguhan untuk tumbuh".

Sama dengan menangani masalah sampah ini. Akan berhasil jika kita bersungguh-sungguh. Jangan anggap remeh "Man jadda wajada". Itu bukan ucapan remeh temeh. Memang sudah hukum alamnya demikian. Hanya saja, manusia sering kehilangan kesungguhan itu di tengah perjalanan. Tak sanggup istiqomah.

Adriana, kenalanku, seorang bassist dari Columbia, Amerika. Saat kami bertemu di taman baca Ar-Rosyad desa Pasangan, dia mengatakan,

"Sumber masalah sampah ini ada di rumah kita masing-masing. Sehebat apapun penanganan kelola sampah di luar rumah, jika dari sumbernya (rumah tangga) masih memproduksi sampah berlebih, maka tetap akan menjadi masalah. Namun siapa yang akan menyentuhnya?"

Dia jeli menemukan akar masalah ini. 

"Aku akan keliling ke rumah disini, satu per satu, mengajarkan apa yang seharusnya kita lakukan dengan sampah di rumah kita," ujarnya.

Lantas dia melihat plastik gelas air mineral yang sedang kuminum.

"Seperti yang sedang kau minum. Mengapa aku tidak ikut mengambilnya? Aku berpikir dua kali,sebelum melakukannya. Jika Aku minum air mineral itu, Aku akan membuat masalah baru. Mau kemana gelas plastiknya? menambah beban untuk bumi ini. Aku mending menolaknya, dengan membawa tumbler sendiri, dengan membawa wadah sendiri jika membeli makanan."

Wow, Aku malu, cengar-cengir, celingukan memandang wajah pegiat literasi lain yang ikut bergerombol bersama kami. Mau ditaruh dimana mukaku ini.

Minggu, 01 Desember 2019

Peta Sampah: Lapangan Kobaktama, Desa Pasangan, Kec. Talang



Pilkades desa Pasangan memenangkan Pak Mul, pensiunan polisi ini sudah lama kukenal. Dia suami dari Bu Mukoyah, teman sejawatku di Puskesmas Talang dulu saat aku bekerja disana tahun 2005 sampai 2007. Alhamdulillah, jadi kades, diberi kesempatan untuk berkarya mengisi usia pensiun.

Begitu dilantik kemarin, PR sudah menantinya. Tumpukan sampah di pojok lapangan kobaktama menunggu perannya. Ini Lapangan yang sangat ikonis bagi Desa Pasangan. Dulu aku pernah mengadakan sarasehan sampah bersama Karang Taruna dan Asobsi, sekaligus ulang tahunnya taman bacanya Kak Azmi, Ar-Rosyad.

Kini, semua kepala desa di Kabupaten Tegal memiliki tantangan yang sama, sampah. Masyarakat benar-benar menanti peran pemerintah desa untuk itu. Good luck, Lur.

Peta Sampah: bantaran sungai Sidapurna



Dari Puskesmas Kupu, aku sengaja menuju ke TKP titik sampah ini. Setelah mendapat arahan dari petugas Kesling Puskesmas Kupu, pak Ernoto. Dia cukup senior dalam profesi Kesehatan Lingkungan ini. Sidapurna, salah satu desa binaan Puskesmas Kupu di Kecamatan Dukuhturi.

"Banyak di bantaran sungai, Mas," ujar Ernoto. Langsung saja aku tancap gas. Dari arah sebelah timur sungai, terlihat jelas berderet sampah di seberang sana. Setelah aku meniti jembatan dan melewati gerbang desa, 25 meter setelahnya, nampak jelas semuanya.

"Ini sekitar dua dump truck, ada." Dalam batinku.

Ini satu dari banyak bantaran sungai uang penuh sampah di Kabupaten Tegal. Semoga pemerintah desa bisa memfasilitasi tempat pembuangan sampah beserta armadanya. Dana Desa bisa diprioritaskan untuk tempat pembuangan sampah, gerobak sampah, kendaraan pengangkut sampah, mesin pengolah sampah. Hal itu sesuai dengan amanat dari Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2019, tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2020.

LAUNCHING KABUPATEN TEGAL TERSENYUM, PROGRAM PENANGANAN LIMBAH MINYAK JELANTAH MELALUI SEDEKAH PERTAMA DI JAWA TENGAH

Selasa (23/2/21) Rumah Sosial Kutub berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Tegal telah melaksanakan Launching Tegal Tersenyum di Desa Uju...