Epidemi
gagasan, mendadak, meledak meluas. Sama seperti epidemic penyakit, sebuah
ledakan kasus seperti influenza yang sangat cepat menular, mewabah. Setidaknya
epidemi penyakit mempunyai konsep yang sama dengan epidemi trend, gagasan, ide,
gaya hidup, respon, sikap. Bagaimana Ridwan Kamil mem-booming-kan sholat subuh berjamaah, bukan semata karena dia seorang
walikota sehingga mau tidak mau bawahannya ikut mendukung programnya. Tidak.
Banyak sekali program kepala daerah yang gagal total. Berakhir dengan
seremonial saja. Bahkan mereka pusing setengah mati bagaimana cara melakukan perubahan.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi fenomena epidemi dalam sosial. Pengaruh sang
innovator seperti pimpinan ada, namun tidak mutlak mempengaruhi keberhasilan. Dia
hanya salah satunya.
Seandainya kita
tahu pola epidemi sosial itu, kita bisa menggunakannya untuk gagasan positif
kita. Seperti membudayakan membaca, berhenti merokok, membuang sampah dan menumbuhkan
nasionalisme, disiplin kerja, dsb. Dulu wanita muslimah yang tidak berjilbab,
nyaman-nyaman saja bekerja di kantor pemerintah. Kini, mereka malu, jika tidak
berjilbab. Bagaimana trend ini bisa berubah dengan seketika dengan begitu meluas,
diikuti trend berhijab modern yang semakin diterima di masyarakat musllimah? Tren
busana ini sama dengan dengan tren rambut pria, pomade, brewok dsb. Demikian juga dengan dunia trend music yang tiba-tiba
bisa mencapai titik popularitas tertentu alias “The tipping point”.
Bagaimana
sebuah gagasan Risma, walikota Surabaya, diterima dan didukung warganya untuk
kembali dari perantauan, hingga dia dapat mencegah Urbanisasi? Dan merubah persepsi
orang bahwa untuk bekerja, bahkan menjadi orang kaya, tidak perlu ke Jakarta,
di Surabaya pun bisa. Bagaimana Nabi Muhammad menjadi orang paling berpengaruh
di dunia dengan Islam yang mendunia. Bagaimana sebuah warung makan baru bisa
tenar dalam waktu singkat, sedangkan warung makan lain yang lebih enak tak
pernah pembelinya melebihi separuh kursinya. Bagaimana fenomena getok tular terjadi dan menjadi sebuah trend
social yang tidak bisa ditolak? Sebuah gagasan yang digugu dan ditiru. Ini
nampaknya penting sekali untuk diketahui oleh para penumbuh untuk bisa
menumbuhkan sesuatu. Terlebih membangun sebuah budaya, instansi, dan daerah.
Jangan kira
semua yang kita pakai, trend, sikap, gaya hidup kita adalah murni kendali dari
dalam diri kita? Tidak. Faktanya, manusia adalah makhluk yang sifatnya serba mendadak
dan mudah meledak. Mudah dipengaruhi lingkungannya seperti fenomena menguap
saat terkantuk. Faktanya manusia bisa berubah seketika, bahkan permanen.
Seperti pada orang-orang yang sukses berhenti merokok seketika. Dan jangan kira
solusi dari sebuah masalah besar adalah sesuatu yang pasti rumit pula. Faktanya, banyak perubahan besar terjadi berkat konten pengubah yang sangat sederhana. Keburukan bisa cepat menular, kebaikan pun bisa punya potensi yang sama.
Buku “Tipping
point”, karya Malcolm Gladwell ini menjawabnya. Bagaimana hal kecil bisa
membuat perubahan besar. Membuat percaya diri meski kita bukan siapa-siapa.
Membuat pembacanya bertenaga meski dengan sumber daya seadanya. Membuat kita mampu
bermimpi melakukan perubahan besar meski kita hanya sebatas rakyat biasa. Maka optimisme gayung bersambut menuju perubahan besar yang kita inginkan seperti Tegal bebas sampah tahun 2025, dsb.
Baca dan pinjam
buku ini gratis di taman baca Bakti Membaca. Balai warga RW VII Kelurahan Kraton
Kota Tegal. Buka setiap hari Minggu jam 09.00 sampai dengan 16.00 wib. Info
lengkap di www.BaktiMembaca.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar