Kenapa sih pantura sering banget buat illegal dumping? (buang sampah sembarangan). Ya karena relatif sepi dari perhatian, meskipun strategis banyak lalu lalang kendaraan besar, namun mereka hanya lewat bukan untuk berhenti. Banyak yang lewat namun relatif mengabaikan. Tempat seperti ini yang sering menjadi titik sampah.
Keberadaan sampah di pantura akan lebih cepat masuk ke lautan karena memang jaraknya yang dekat dengan laut. Ini yang akan jadi masalah berikutnya. Sampah di laut. Diperkirakan tahun 2050 ikan di laut akan kalah jumlah dari sampah plastik. Demikian ujar Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Muhammad Reza Cordova, Rabu, 12 Desember 2018. Yah, pada akhirnya sampah itu akan kembali ke manusia lagi dalam daging ikan yang kita makan. Mikro plastik, sampah dengan ukuran kurang dari 5 mili meter itu bisa tertelan ikan, lho. Ngeri.
Baru saja kemarin bulan Juni 2019, Aku membuat video clip di pantai belakang WM Kulu asri. Pantainya bagus sekali, bersih. Belum jadi objek wisata. Jarang yang tahu pantai ini. Bisa dilihat di video clip "Indonesia Bersatulah" by: SeeMs LiKe IdiOt band.
Namun saat shooting itu Aku tidak sadar bahwa dekat sini ada titik sampah. Ya, sebelah Barat WM Kulu Asri tepat. Tersembunyi. Dan banyak titik sampah semacam ini di Pantura.
Yang kadang membuat malu, titik sampah terletak di jalan protokol (jalan satu/ jalan utama), penghubung kendaraan besar antar kota. Strategis, hampir tiap hari dilalui, dan tidak tersembunyi. Apalagi terletak dekat dengan institusi pendidikan, instansi pemerintahan, atau bahkan fasilitas kesehatan. Mengganggu nggak? Pantas tidak? Estetis tidak?
Ini tempat mainku saat SD. Jalan kaki dari rumah Talang ke rumah Sauqi, teman SDku. Rumahnya di sebelah selatan jembatan. Yang dagang poci. Dari dulu sudah banyak sampah di sungai ini. Kini, kemarau, lebih jelas lagi. Ini terletak di jalan utama. Miris. Sejauh ini belum pernah Aku melihat jaring besar untuk menyaring sampah di sungai. Itu gagasan bagus yang mungkin bisa diaplikasikan.
Laporan dari SLKT. Group FB paling populer di Tegal. Bahwa di jalan Flores baru, di bawah jembatan banyak sampah. Oalah, Aku tiap hari lewat sini tapi malah tidak sadar jika di bawah sana banyak sampah. Tak usah jauh-jauh ke pelosok untuk mencari titik sampah. Kadang dia ada dekat sekali dengan kita.
Kadangkala, yang membuat miris, titik sampah berada dekat dengan tempat pelayanan kesehatan. Itu yang kutemui di beberapa titik. Ada yang dekat dengan Puskesmas, Rumah Sakit, praktik dokter. Duh, sungguh tidak estetik. Namun bagaimana lagi, mereka korban. Semua itu terjadi juga bukan kesengajaan praktisi kesehatan. Dan estetika, adalah sebuah cerminan peradaban seseorang.
Kutatap sampah yang berserakan di sebelah sawah ini sambil melangkah. Di sebuah jalan menuju gerbang desa Bulakpacing. Aku mencoba menerka apa yang ada di pikiran mereka sang pembuang sampah. Mungkinkah mereka menganggap,
"Ah, nanti juga akan ada orang lain yang membersihkannya."
"Ah, Aku tidak begitu bersalah membuangnya disini, memang karena tidak ada fasilitas bak sampah."
"Ah, nanti juga akan membusuk dengan sendirinya."
"Ah, orang lain juga sama cueknya kok, tidak akan ada yang memikirkan sampah ini, sampai kiamat. anggap saja ini hal remeh."
Atau, apalagi ya yang ada di pikiran mereka? Adakah yang terlewat dari dugaanku?
Bulakpacing, "Ibune Galak Bapane Kecing". Begitu kelakar orang membuat kepanjangan nama desa ini. Sungguh tak terpikir sebelumnya untuk menyambangi desa ini untuk mencari titik sampah. Awalnya, kak Indra, Difable Slawi Mandiri, memberi kabar adanya titik sampah di sebelah Musholla di Rt 1. Lalu aku kesana. Dan ternyata pencarian berlanjut, di desa ini aku menemukan 5 titik sampah.
Dan disinilah yang terdahsyat. Sebelah timur SD Bulakpacing I. Selokan yang kering tanpa air. Terisi dengan bungkusan-bungkusan plastik, entah apa saja isinya. Semakin ke timur bungkusan sampah yang ada semakin besar ukurannya, bukan lagi plastik kresek, melainkan berkarung-karung. Lokasi ini berada di seberang pemakaman desa. Ceceran sampah terus terperosok diantara tetumbuhan, memanjang sampai sungai besar. Di bawah sungai pun banyak sampah.
Sore sepulang kerja, masih make baju kekhi. Aku parkir mobilku di tempat biasa mangkal tenda gerobak angkringan, tepat sebelah barat pintu rel kereta api, depan Pasar Bawang, Banjaran.
"Mas, Mas, ke depan lagi Mas mobilnya, mau buat masang tenda nih." Aku terkaget oleh seorang pedagang yang lagi mau mempersiapkan "dasaran"-nya.
"Oh iya, Om." Bener juga. Aku kurang maju nih parkirnya.
Aku menapak di jalur rel kereta, ke selatan. Jadi inget masa kecilku, jalan di atas besi panjang itu sambil nge-test keseimbangan. Ups.. ups.. hehe.. mau jatuh. Banyak kerikil penahan getaran kereta yang kuinjak. Kusapa dengan senyum emak-emak yang sedang bermain dengan anaknya di sebelah bantaran rel.
Ternyata rel ini jadi pembatas desa. Sebelah barat rel adalah desa Adiwerna, sebelah timurnya adalah desa Tembok Banjaran, dan sedikit melewati sungai kecil, sebelah selatan sana, sudah masuk desa Ujungrusi.
"Mas, ini sampah menumpuk sudah lama disini?" tanyaku pada dua pemuda yang sedang nongki di rel.
"Iya, Pak. Nggak ada yang ngurusin." jawabnya, memanggilku 'Pak', mungkin karena seragamku. Padahal kita hampir seumuran.
"Wah iya, Pak. Kemarin hujan sebentar saja, bawa banyak sampah lho, ngumpul kebawa di barat sana. Padahal cuman sebentar hujannya." ujarnya.
Nah, ini dia, mulai deh masalah. Baru aja masuk musim hujan, sudah begini. Apa jadinya nanti bulan Januari, Februari ya? Ih, jadi teringat sampah-sampah temuanku di dataran tinggi sana. Akankah mereka akan terbawa kesini dan menyumbat? Soalnya, Adiwerna pernah kebanjiran juga 2 tahun yang lalu gara-gara sungai yang meluap. Hhh...
Aku tertegun saat pertemuan kedua pegiat sampah di rumahku, Talang. Kak Budi, ketua ASOBSI menunda pulang, hanya untuk membantu membersihkan konsumsi pertemuan. Dia mengumpulkan sisa gelas air mineral. Membuang label plastik merk-nya. Dan menjejalkannya menjadi satu tumpukan padat.
"Ini sayang, jangan dibuang, saya bawa pulang saja. Eman-eman"
Ini dia yang kucari! Inilah ujung dari semua gerakan ini. Semua kampanye bebas sampah bukan berakhir pada membuat acara seremonial bersih-bersih sesekali waktu. Namun dari hal kecil, dari diri kita, dari sekarang, dan istiqomah. Semua yang sedang dilakukan aktivis sampah ini bertujuan perubahan perilaku itu.
Percuma gaung begitu keras, seremonial begitu gegap gempita, bersih-bersih serentak di tempat umum begitu semangatnya, namun setelah itu kita pulang dan malas bersih-bersih di rumah sendiri. Malas mencegah sampah masuk ke dalam rumah, malas memilah, malas mengolah sampah.
Perubahan perilaku ini akan disebut sukses dengan indikator pada diri sendiri dulu. Lihat meja kerjamu, lihat kamar mandimu, lihat dapurmu, lihat rumahmu. Lihat bak sampah dalam rumahmu. Lihat sisa makananmu. Lihat berapa banyak barang bekas yang bisa kamu pakai kembali.
Ini semua begitu jelas nyatanya, bukan khayalan. Perubahan perilaku seperti apa yang sedang kita inginkan dalam hal sampah? Ini tentang bagaimana merubah manusia menjadi bersungguh-sungguh dalam cinta kebersihan, kerapihan, keindahan. Apakah kamu sendiri telah berubah?
Pulang kondangan di Warureja, menyusur jalan menuju pantura. Aku lihat dari kaca jendela mobil, sampah berserakan. Hadir dalam telinga batinku ucapan-ucapan...
"Tak mungkin, Tegal susah."
"Ah, dasar wis watek, ngurek!"
"Percuma kamu kampanye sampah, Tegal tidak mungkin berubah."
"Siapa yang bisa merubah perilaku sedemikian banyaknya orang?"
"Semua langkah kita itu hanya formalitas, mana yang bersungguh-sungguh?"
"Perda dibuat tapi tidak ditegakkan. Percuma, Tegal susah."
Pesimisme yang begitu tingginya akan masalah sampah ini sering kudengar dari kawan-kawanku. Begitu lemahnya iman kita akan tujuan mulia ini. Seolah perubahan mustakhil terjadi. Entahlah, paling hanya doa, harapan, ikhtiar yang normatif, tanpa gairah kepastian bahwa Tegal bisa bebas sampah.
Semua hanya bisa menyalahkan keadaan, lempar tanggung jawab. Semua beralasan bahwa pemerintah desanya susah, warganya susah, bupatinya tidak sungguh-sungguh, trendnya tidak mendukung, cuacanya tidak bersahabat, sarana prasarana buang sampah tidak ada, takdirnya susah. Yang pada akhirnya menjustifikasi, "tegal susah berubah."
Aku merenung mengingat sebuah titik sampah yang aku temukan di 100 m sebelum pertigaan Banjaranyar Balapulang. Itu bersebelahan dengan tempat praktik dokter, kasihan. Sebenarnya semua kesuksesan pasti ada akarnya. Semua kehancuran pun ada akarnya. Apa yang memastikan sebuah pohon terus tumbuh dan berbuah? adalah karena akarnya yang memastikan semua itu terjadi. Akar dari semua pertumbuhan adalah "kesungguhan untuk tumbuh".
Sama dengan menangani masalah sampah ini. Akan berhasil jika kita bersungguh-sungguh. Jangan anggap remeh "Man jadda wajada". Itu bukan ucapan remeh temeh. Memang sudah hukum alamnya demikian. Hanya saja, manusia sering kehilangan kesungguhan itu di tengah perjalanan. Tak sanggup istiqomah.
Adriana, kenalanku, seorang bassist dari Columbia, Amerika. Saat kami bertemu di taman baca Ar-Rosyad desa Pasangan, dia mengatakan,
"Sumber masalah sampah ini ada di rumah kita masing-masing. Sehebat apapun penanganan kelola sampah di luar rumah, jika dari sumbernya (rumah tangga) masih memproduksi sampah berlebih, maka tetap akan menjadi masalah. Namun siapa yang akan menyentuhnya?"
Dia jeli menemukan akar masalah ini.
"Aku akan keliling ke rumah disini, satu per satu, mengajarkan apa yang seharusnya kita lakukan dengan sampah di rumah kita," ujarnya.
Lantas dia melihat plastik gelas air mineral yang sedang kuminum.
"Seperti yang sedang kau minum. Mengapa aku tidak ikut mengambilnya? Aku berpikir dua kali,sebelum melakukannya. Jika Aku minum air mineral itu, Aku akan membuat masalah baru. Mau kemana gelas plastiknya? menambah beban untuk bumi ini. Aku mending menolaknya, dengan membawa tumbler sendiri, dengan membawa wadah sendiri jika membeli makanan."
Wow, Aku malu, cengar-cengir, celingukan memandang wajah pegiat literasi lain yang ikut bergerombol bersama kami. Mau ditaruh dimana mukaku ini.
Pilkades desa Pasangan memenangkan Pak Mul, pensiunan polisi ini sudah lama kukenal. Dia suami dari Bu Mukoyah, teman sejawatku di Puskesmas Talang dulu saat aku bekerja disana tahun 2005 sampai 2007. Alhamdulillah, jadi kades, diberi kesempatan untuk berkarya mengisi usia pensiun.
Begitu dilantik kemarin, PR sudah menantinya. Tumpukan sampah di pojok lapangan kobaktama menunggu perannya. Ini Lapangan yang sangat ikonis bagi Desa Pasangan. Dulu aku pernah mengadakan sarasehan sampah bersama Karang Taruna dan Asobsi, sekaligus ulang tahunnya taman bacanya Kak Azmi, Ar-Rosyad.
Kini, semua kepala desa di Kabupaten Tegal memiliki tantangan yang sama, sampah. Masyarakat benar-benar menanti peran pemerintah desa untuk itu. Good luck, Lur.
Dari Puskesmas Kupu, aku sengaja menuju ke TKP titik sampah ini. Setelah mendapat arahan dari petugas Kesling Puskesmas Kupu, pak Ernoto. Dia cukup senior dalam profesi Kesehatan Lingkungan ini. Sidapurna, salah satu desa binaan Puskesmas Kupu di Kecamatan Dukuhturi.
"Banyak di bantaran sungai, Mas," ujar Ernoto. Langsung saja aku tancap gas. Dari arah sebelah timur sungai, terlihat jelas berderet sampah di seberang sana. Setelah aku meniti jembatan dan melewati gerbang desa, 25 meter setelahnya, nampak jelas semuanya.
"Ini sekitar dua dump truck, ada." Dalam batinku.
Ini satu dari banyak bantaran sungai uang penuh sampah di Kabupaten Tegal. Semoga pemerintah desa bisa memfasilitasi tempat pembuangan sampah beserta armadanya. Dana Desa bisa diprioritaskan untuk tempat pembuangan sampah, gerobak sampah, kendaraan pengangkut sampah, mesin pengolah sampah. Hal itu sesuai dengan amanat dari Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2019, tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2020.
Sampah ini sebuah mata rantai masalah yang panjang. Kadang malah kita bingung mana ujungnya. Mbulet. Tentunya, solusinya pun sebuah rantai yang berkesinambungan dan sinergi. Aku yakin semua sedang berpikir dan beraksi. Setiap individu harus berperan sesuai dengan posisinya. Karena setiap individu menghasilkan sampah, semua rumah semua instansi.
Apalagi lembaga yang memang mempunyai peran dalam solusi ini. Dari pemerintah pusat sampai tingkat pemerintah desa, LSM, aktivis. Semuanya wajib berperan. Dimana peranmu? apa yang akan kamu lakukan agar masalah ini membaik?
Lokasi ini hanya berjarak 100 m dari titik lokasi sebelumnya. Alas Balapulang Kulon, arah Desa Srengseng.
Ken Noorita Lestari, namanya unik. Dia teman baruku, seorang Guru di SD Srengseng. Rumahnya di Balapulang, sekitar 300m dari Puskesmas Balapulang. Kami dihubungkan oleh tali seni, dia suka berpuisi, aku suka bernyanyi. Entah mengapa begitu kenal dia langsung kuberanikan diri mengajaknya masuk salah satu video clipku. Lagu "Rindu" karya Meggy Z.
Yah, begitulah seni. Ini bukan pertama kalinya aku kenalan baru dan langsung klop, trust. Istri dari Dany Permana ini membuat lagu Cover-ku itu bertambah manis. Puisinya dahsyat. Indah sekali. Video clip kami barusan selesai dibuat hari Minggu kemarin di area hutan waduk Cacaban, dengan adegan shooting yang tak lazim. Kami terikat pada sebuah pohon. Mulutku dilakban, mata Noori terikat kain. Ah, rasanya tak sabar aku menunggu proses editingnya selesai. Semoga minggu depan clipnya sudah jadi.
Rumah Noori sederhana, berteras agak luas. Di depannya ada tempat budidaya magoot, tempat mengolah sisa makanan organik agar tetap bermanfaat. Tetangganya pun kadang ikut membuang sisa makanan organik disitu. Luar biasa tekunnya, aku sendiri belum sanggup mengelola sampah organik dari rumahku. Moga aja bisa mengikutinya.
Namun semangatnya mengolah sampah ini berbanding dengan kondisi alas Balapulang, sekitar 700 msebelah barat rumahnya. Disini ada jembatan arah Desa Srengseng yang kotor. Banyak orang melakukan illegal dumping disini. Miris.
Memang strategis lokasinya, ditambah lagi sepi. Biasanya lokasi begini yang sering digunakan orang yang tidak bertanggungjawab melempar sampahnya sambil berkendara. Uhh... kesel lihatnya.
Seksi Kesehatan Karang Taruna Kabupaten Tegal mengadakan aksi pertunjukan pantomim bertema "Tegal Darurat Sampah", Minggu (24/11) jam 7 pagi. Dari pojok Alun-alun Hanggawana, depan radio Slawi Fm, seorang pria tanpa mengenakan baju, bertubuh merah menyala, bercelana jeans hitam, tanpa alas kaki, dan berikat kepala memulai aksinya.
Dia menundukkan kepala seperti sedang berdoa, dengan mengatupkan tangannya, membawa payung yang belum terbuka, dan 2 buah kantong kresek bertuliskan "DARURAT SAMPAH". Lalu, dia mulai berjalan pelan searah jarum jam mengelilingi Alun-alun.
Dengan bercucuran air mata yang nampak membasahi pipinya, sambil sesenggukan sang pantomim mengekspresikan kesedihan yang mendalam tentang kondisi Tegal yang penuh sampah. Sesekali tangisnya terpecah menjadi-jadi saat menjumpai sampah plastik di jalanan Alun-alun, dan memungutnya.
Sesampai di pojok antara masjid Al-Hajj dan PMI, dia melakukan orasi sekitar 3 menit. Ternyata tidak hanya aksi bisu saja yang dia lakukan. Ini aksi campuran pantomim dan monolog. "Sebentar lagi musim hujan dan akankah sampah ini mengakibatkan banjir!?" tanya dia dengan lantang menggelegar membuat pengunjung alun-alun terdiam menyaksikannya. Lalu sang pantomim melanjutkan perjalanan ekspresifnya sembari berdzikir "La khaula wala quwwata illa billahil 'aliyil 'adzim".
Dijumpai setelah aksi, sang aktor pantomim mengutarakan bahwa aksinya ini untuk mengetuk hati warga bahwa Tegal memang sudah darurat sampah, seperti yang telah diutarakan Bupati Umi Azizah di awal tahun 2019 silam. Dia berharap dengan aksinya akan menggugah kesadaran akan pentingnya mengelola sampah dari mulai tingkat individu dan rumah tangga.
Santy, istriku, memberi kabar, bahwa depan Puskesmasnya ada sebuah tanah lapang, desa Tembok Kidul, dan disitu banyak sampah. Aku penasaran. Apa iya lingkungan dekat dengan Puskesmas ada titik sampah.
Aku pun menyempatkan diri kesitu. Kuparkir mobil "Monas" ku depan warung bu Atun. Dia mengenalku karena aku sering makan siang disitu dengan menu favorit, sayur lodeh. Begitu berjalan ke arah barat, dia menyapaku,
"Eey, Mas Johan mau kemana?"
"Lagi nyari sampah, Mba," jawabku yang nampaknya membuatnya bingung.
"Sampah??" dia heran, serasa salah dengar.
"Iya," jawabku sambil melanjutkan perjalanan dan mulai mengaktifkan Hpku, merekam ala-ala jurnalis. Kutinggalkan dia dengan seribu tanya di wajahnya.
Kusisir jalan hingga ke barat, tanah lapang. Oh ternyata lumayan banyak ini. Kuperkirakan, satu dump truck ada nih. Hm, semoga masalah ini cepat teratasi. Selesainya, aku kembali ke mobil dan kusapa bu Atun. Berhubung sudah makan siang, aku langsung kembali ke kantor.
Aku bilang ke Nurul "Rul, kapan ya, aku jalan-jalan mbolang?" Pengin banget mengunjungi tempat-tempat wisata di Tegal. Nggak usah jauh-jauh deh. Curug di Bumijawa juga sebenarnya banyak, tapi Aku nggak tahu satu per satu. Duh, gimana Aku ini sih ya, tenggelam di kesibukan, jarang piknik. Pengin banget ngajak anak istri. Habiskan waktu seharian, jalan capek menuju curug, terus endingnya mandi-mandian di curug. Wuih enak kayaknya. Hm, kapan ya?
"Ya, Kak. Ayo main, nanti Aku antar." ujar Nurul, promkes Puskesmas Bumijawa itu. Sengaja siang itu aku tahan waktu dia tetap bersamaku. Pokoknya sampai sore dia harus menemaniku keliling, hunting sampah. Dia pun menyanggupinya.
Nah, curug disini ini lumayan terkenal. Namanya Curug Cantel. Aku ditunjukkan oleh Nurul jalan menuju kesini. Oh, ternyata ini Curug yang dulu aku sering lewat kalau aku mau naik ke dukuh Sawangan Desa Sigedong saat erupsi gunung Slamet dulu. Ya, aku ingat. Oh, ternyata disini.
Kami berhenti 100 meter setelah pintu masuk Curug itu dan melihat sekitar. Dan, ternyata, banyak sampah disini. Ada sih sekitar 1 truck dump. Wah ada yang kemasan karung juga. Entahlah, siapa yang membuangnya. Aku yakin sekali, di dataran tinggi seperti kecamatan Bumijawa ini ketersediaan tempat untuk membuang sampah lebih jarang ketimbang daerah di bawah sana. Apalagi jauh dari pusat kota. Apalagi medan yang naik turun seperti ini. Demikian pula dengan sarana pengangkut sampahnya, lebih jarang lagi. Ini tentunya sebuah masalah. Potensi akan adanya titik sampah yang belum aku lihat, mulai terendus. Aku melanjutkan perjalanan dengan Nurul mencari titik lainnya.
Permasalahan sampah, menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi masing-masing daerah salah satunya Kabupaten Tegal. Berdasarkan pemetaan tim WCD (World Clean Up Day) 2019 selama pertengahan Agustus hingga akhir November 2019, terdapat lebih dari 100 titik sampah. (sumber data: www.petakansampahmu.qlue.id)
Bupati Tegal, Umi Azizah beberapa waktu lalu menyatakan Kabupaten Tegal darurat sampah. Semua titik sampah ini sudah diinformasikan ke pihak terkait, dalam hal ini adalah DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Kabupaten Tegal. Untuk mendukung acara WCD 2019, semua jajaran pemerintah diminta melakukan kegiatan kebersihan, keindahan, kerindangan (K3) setiap minggunya. Camat hingga kepala desa pun diwajibkan melaporkan hasil kegiatan tersebut.
Di Kabupaten Tegal, lokasi puncak acara WCD dipusatkan di Pantai Larangan Desa Munjungagung Kecamatan Kramat. Ribuan orang terlibat dalam acara tersebut. Bupati Tegal hadir dan memimpin langsung aksi bersih-bersih itu.
Aksi pungut sampah ini setidaknya dapat menggerakan jutaan orang untuk bersama peduli dan membersihkan Indonesia. Hingga menuju target Kabupaten Tegal bebas sampah 2025 dan Indonesia bersih sampah 2025.
Sampah yang menumpuk dan tak terurus, masih menjadi masalah di Kabupaten Tegal. Penyebabnya, mulai dari keterbatasan armada pengangkut sampah, kurangnya fasilitas tempat membuang sampah, kurangnya tata kelola sampah sebelum masuk ke TPA (Tempat Pemrosesan Akhir), hingga persoalan perilaku masyarakat yang kurang peduli akan sampah.
Memang, aksi seperti WCD ini hanya mengatasi permasalahan sampah jangka pendek. Jangka menengahnya, harus segera diupayakan adanya fasilitas pembuangan sampah, armada angkutan sampah dan menciptakan tata kelola sampah di desa, seperti mendirikan bank sampah.
Data dari ASOBSI (Asosiasi Bank Sampah Indonesia) Kabupaten Tegal, hingga kini baru ada 23 bank sampah di Kabupaten Tegal. Akhmad Budi Hermanto, ketua ASOBSI, menyatakan siap membina bank-bank sampah yang akan didirikan di setiap desanya. Idealnya, tidak semua sampah dari rumah tangga dibuang ke TPA di Desa Penujah karena suatu saat pasti overload. Peran rumah tangga dalam pengelolaan sampah bisa melakukan Reduce (mengurangi produksi sampah rumah tangga). Bank sampah di desa bisa membantu berperan dalam Reuse (menggunakan kembali) dan Recycle (daur ulang).
Data DLH Kabupaten Tegal menunjukan pada tahun 2018, dari 1.438.515 jiwa penduduk Kabupaten Tegal menghasilkan sampah 575 ton per hari. Dari situ, yang berhasil ditangani DLH sebanyak 420 ton per hari. Dan, yang berhasil di kurangi oleh masyarakat sendiri (seperti melalui bank sampah) adalah 104 ton sehari. Artinya, setiap harinya masih ada 51 ton sampah yang tidak tertangani dan tidak terkurangi. Maka dalam satu tahun, ada 18.615 ton sampah yang menjadi masalah. Itulah yang membludak di TPS yang overload, dan yang berserakan dimana-mana. Ada pula yang terpaksa dibakar oleh warga, padahal sampah dilarang untuk dibakar.
Peraturan Daerah Kabupaten Tegal nomor 6 tahun 2017 tentang Pengelolaan Sampah, pasal 48 melarang dengan tegas membakar sampah, kecuali dilakukan pada TPS yang sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah, atas ijin Pemerintah Daerah. Tidak main-main, tindakan membakar sampah ini diancam pidana kurungan hingga 1 tahun atau denda hingga Rp 150.000.000,-.
Semua permasalahan ini tentunya bukan menjadi tanggungjawab DLH semata, namun kita semua. Organisasi masyarakat, organisasi profesi, LSM, tokoh masyarakat, CSR, relawan, pegiat lingkungan, institusi pendidikan, pemerintah desa, semua dihimbau untuk bisa bergerak bersama menangani masalah ini.
Pemerintah desa bisa menggunakan dana desa untuk pengadaan tempat pembuangan sampah, gerobak dan kendaraan pengangkut sampah, hingga pengadaan mesin pengolah sampah. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2019, mengamanahkan prioritas penggunaan dana desa tahun 2020 untuk itu.
Bupati Tegal juga telah menandatangani Peraturan Bupati Tegal nomor 39 tahun 2019, tentang kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Peraturan Bupati ini merupakan kebijakan untuk mengurangi dan menangani sampah secara keberlanjutan dan terpadu.
Harapannya, 100 titik sampah yang sudah terpetakan akan tertangani dan tidak menjadi tumpukan sampah kembali.
Oleh : Bagus Johan Maulana, SKM – seksi kesehatan Karang Taruna Kabupaten Tegal
Event Antologi Cerpen Bersama Penerbit Mandiri Jaya
Tema : Sampah
Sampah bukanlah uang, tak perlu ditabung hingga merusak bumi dan masa depan makhluk hidup. Minimkan dan sikapi dengan bijak segala hal yang berhubungan dengan sampah dan pencemaran lingkungan. (Fifie Avia Yustiani)
Assalamualaikum sahabat literasi...
Mengingat boomingnya masalah sampah di negeri kita ini, maka dibentuklah event antologi cerpen bertemakan 'SAMPAH'. Mari kita goyah hati masyarakat lewat karya sahabat semua. Ikutilah event Antologi Cerpen bertema 'Sampah' Bersama Penerbit Mandiri Jaya!
Deadline : 25 September 2019 - 10 Oktober 2019
Syarat & Ketentuan :
1. Antologi Cerpen dengan tema Sampah
2. Naskah tidak plagiat, tidak mengandung unsur SARA, dan tidak berbau pornografi.
3. Naskah tidak sedang atau pernah diikutsertakan dalam event manapun.
4. Follow Ig : @fifieavia
5. Add akun Fb : Fifie Avia Yustiani
6. Setiap peserta hanya boleh mengirimkan maksimal 2 naskah cerpen.
7. Peserta wajib membeli min. 1 eks. buku hasil Event yang memuat karyanya.
8. Cerpen dikirim via Chat Pribadi ke-nomor Admin yang tertera ( file Word ).
9. - Cerpen tersusun minimal 1000 kata.
- font 12, TNR
- spasi 1,5
- margin : standar
- Nama File : Nubar_Nama_Judul Cerpen
√√√ Format penulisan cerpen :
1. Judul
2. Nama Penulis(di bawah judul)
3. Isi (cerpen)
4. Titi mangsa
5. Biodata narasi max. 50 kata
PENGIRIMAN KARYA CERPEN
MELALUI CHAT PRIBADI VIA WHATSAPP
Presentasi "Tegal Bebas Sampah", selama 10 menit oleh BJM (seksi Kesehatan Karang taruna Kab. Tegal) di Sekolah Tingg Multi Media- Multi Media Training Center, Yogyakarta, 5 September 2019.
Ada 10 bank sampah di Kabupaten Tegal, dibawah ASOBSI (Asosiasi Bank Sampah Indonesia) Kabupaten Tegal yang diketuai oleh Kak Budi. Diantaranya adalah:
Laporanmu akan langsung diteruskan ke pihak terkait (DLH Kab/Kotamu, dan organisasi pegiat sampah). Cara melaporkan titik permasalahan sampah menggunakan aplikasi Qlue ini sangat efektif. Aplikasi ini terintegrasi dengan GPS, sehingga titik koordinat sampah bisa ditinjau secara tepat dan terrekapitulasi dengan baik dan transparan. Hasil laporanmu bisa dilihat di www.petakansampahmu.qlue.id
Mudah kok, download saja di playstore Hp androidmu, lalu log in. Dan mulailah melaporkan. Petunjuk teknis pelaporan bisa dilihat di video berikut ini:
Aksi pungut sampah ini akan diadakan serentak pada :
Hari/tanggal : Sabtu, 21 September 2019
Pukul : 06.00 WIB – 09.00 WIB
Lokasi : Ruang publik se-Jawa Tengah
Kab Tegal : Pantai Larangan Kramat
World Cleanup Day (WCD) adalah hari pungut sampah sedunia. Gerakan yang diinisiasi Let’s do it foundation ini dimulai dari negara Estonia pada 2008. Akhirnya pada 2018, Indonesia bersama 150 negara lainnya turut dalam gerakan ini. Indonesia pada tahun 2018 turut bergerak dan menjadi Negara yang memimpin aksi Cleanup terbesar di dunia dan lebih dari 7 Juta masyarakat Indonesia melakukan aksi Cleanup tersebut serta 40% dari jumlah relawan tersebut adalah masyarakat Jawa Tengah sekitar 3 Juta lebih.
Aksi pungut sampah ini tidaklah serta merta akan mewujudkan Indonesia bersih sampah 2025. Namun setidaknya aksi ini dapat menggerakan jutaan hati untuk bersama membersihkan Indonesia, membangkitkan kesadaran masyarakat akan isu persampahan di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah.
Tahun ini, World Cleanup Day diselenggarakan pada 21 September 2019 yang bertepatan dengan hari Perdamaian Internasional 2019. World Cleanup Day Indonesia mengambil tema “Cleanup for Peaceful Indonesia” dengan harapan sebagai momentum persatuan seluruh masyarakat Indonesia untuk bergotong-royong dengan damai. Sedangkan WCD Jateng dengan jargonnya “Jateng kudu Resik”.
Terimalah surat tulus dari kami tim WCD Indonesia. Gerakan sosial yang menggerakkan hati masyarakat Indonesia, untuk pertama kalinya dalam sejarah berdiri di barisan yang sama memimpin aksi 7.6 juta relawan. Aksi yang mengantarkan negara Indonesia menjadi negara pertama yang memimpin cleanup terbesar di dunia.
Semua ini takkan pernah terjadi di tahun 2018 silam tanpa uluran tangan semua pihak yang meikhlaskan hatinya bersatu dengan mimpi yang sama untuk Indonesia. Semua ini takkan terjadi tanpa semangat kolaborasi yang dikumandangkan berbagai pihak untuk bergerak bersama-sama. Seluruh uluran tangan pemerintah, tangan perusahaan, tangan komunitas dan tangan para relawan telah menguatkan gerakan yang membawa misi persatuan dalam aksi kebaikan untuk bumi ini.
Tahun ini, izinkan kami kembali meminang hati seluruh masyarakat Indonesia untuk kembali berdiri di barisan yang sama menuju target minimal 13 juta relawan (5% penduduk Indonesia). 21 September 2019, yuk INDONESIA, kita pimpin kembali gerakan cleanup terbesar di dunia ini. Sebagai buah komitmen yang kita jaga bersama-sama menuju Indonesia Bersih dan Bebas Sampah.
Bantu kami menyebarkan video aksi baik ini. Jadilah bagian sejarah bersama 13 juta relawan di Indonesia dan serentak di 158 negara pada 21 September 2019.
Terima kasih Rinso - @unileveridn atas dukungannya, sebagai gerakan inklusif kami mengundang perusahaan dan pihak lain utk turut mendukung aksi nyata World Cleanup Day Indonesia.
Klik indorelawan.org/worldcleanupday untuk mendaftarkan lokasi cleanup atau mendaftar sebagai relawan.
Salam Persatuan, Salam Perdamaian untuk Bumi Indonesia yang kita jaga dalam semangat kolaborasi bersama.
Namun obrolan tadi itu hanya sekedar canda, pembuang sampah sembarangan di Kabupaten Tegal tidak takut ancaman hukum, sebenarnya bukan karena salah ketik di Perda. Kalaupun Perda tersebut tidak salah ketik, tetap saja ada pembuang sampah sembarangan karena Perda tersebut belum tegas ditegakkan.
Sudah 2 tahun beredar disosialisasikan, dan baru malam ini ketahuan ada yang salah ketik. Pasal 58 tentang ketentuan pidana, seharusnya mengaitkan dengan Pasal 48 tentang Larangan, bukan dengan Pasal 47 tentang Peran Masyarakat. Nggak nyambung keleesss..
Okelah, ini hanya sedikit salah ketik saja. Tapi, ini Perda lho, kedudukan hukumnya nggak main-main, dan proses penyusunannya melibatkan banyak orang. Ya memang, tulisan ini gampang diperbaiki di Bagian Hukum. Yang aku sorot bukan soal salah ketiknya. Yang lebih jadi persoalan, ini adalah salah satu bukti bahwa kita tidak cukup peduli dengan masalah sampah. That's the problem! Kepedulian kita! Siapa yang salah? Kita semua, termasuk diriku sendiri. Aku selama ini kurang peduli dengan masalah sampah ini, hingga Perda ini pun baru kubaca malam ini. Astaghfirulloh.
Pemkot Tegal, baru saja mengesahkan Perda, yang di dalamnya memuat ancaman bagi siapa yang melanggar tentang pengelolaan sampah, mulai dari membuang sampah sembarangan sampai dengan menghilangkan tempat sampah yang disediakan. Dan itu cukup menyorot perhatian publik, jadi headline koran lokal.
Orang bertanya-tanya di Kabupaten Tegal sih bagaimana? berani atau tidak demikian? Nah, belum banyak yang tahu, bahwa Perda Pengelolaan Sampah di Kabupaten Tegal sudah dulu ada sejak 2017 lengkap dengan ancaman pidananya. Tapi kenapa tidak geger seperti kabar Perda Pemkot Tegal kemarin? Jawabannya adalah karena kita semua di Kabupaten Tegal tidak cukup peduli dengan sampah dan dengan isi Perda tersebut. Boro-boro mengawasi tegaknya aturan hingga pidana denda dan kurungan, salah ketik saja baru ketahuan sekarang.
Hukum siap diterapkan jika telah siap pula perangkat/instrumen yang akan mengawasi dan menegakkan hukumnya. Jika tidak, maka aturan tinggallah aturan, buang sampah sembarangan aman, tidak ada yang menindaknya.
Ancaman pidana pada pembuang sampah sembarangan dibuat, juga sebaiknya dengan terlebih dahulu memfasilitasi tempat membuang sampah beserta sistem distribusinya. Jika untuk membuang sampah saja warga masih bingung dimana tempatnya, lalu kita larang warga untuk tidak membuang sampah sembarangan, maka aturan itu hanya akan berbalik arah kepada si pembuat aturan, sebagai tuntutan tanggung jawab solutif yang harusnya disediakan oleh pemerintah, yakni fasilitas tempat membuang sampah.
Jika membuat aturan namun mustakhil untuk dipatuhi, terlebih-lebih kita sendiri tidak mempedulikan isi tulisannya, hanya akan menjadi formalitas yang tidak bernilai, tidak "aji", dan tentunya wibawa pemerintah daerah sendiri bisa merosot jatuh.
Semoga Allah SWT mengampuni kita, memberi kita kesungguhan dalam bekerja, dan kekuatan untuk bersama peduli menuju Tegal bebas sampah. Amin. Lakhaula wala quwwata illa billahil 'aliyyil 'adzim.